Manusia sebagai makhluk
budaya
Manusia dan kebudayaan merupakan
salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai
makhluk Tuhan yang paling sempurna merupakan makhluk bebudaya. Manusia dapat
menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun
menurun. Kebudayaan merupakan
perangkat yang ampuh dalam sejarah kehidupan manusia yang dapat berkembang dan
dikembangkan melalui sikap-sikap budaya yang mampu mendukungnya.
Kata budaya
merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa.
Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang
berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah. Budaya atau
kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur.
Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari
kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti
culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam.
Berbudaya,
selain didasarkan pada etika juga mengandung estetika di dalamnya. Etika disini
menyangkut analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab. Sedangkan estetika menyangkut pembahasan keindahan, yaitu
bagaimana sesuatu bisa terbentuk dan bagaimana seseorang bisa merayakannya.
Ada beberapa
hakikat kodrat manusia, yaitu:
sebagai
individu yang berdiri sendiri (memiliki cipta, rasa, dan karsa)
sebagai makhluk sosial yang terikat
kepada lingkungannya (lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan alam)sebagai makhluk
ciptaan Tuhan
hakikat kodrat
inilah yang membedakan manusia dan mencerminkan kelebihan dibandingkan makhluk
lainnya.
Manusia dan peradaban
merupakan dua hal yang tidak mungkin terpisahkan. Manusia
melalui kemampuan cipta dan karya selalu melakukan karyakarya di segala bidang
kehidupan. Istilah peradaban mempunyai arti yang erat kaitannya dengan manusia.
Istilah peradaban seringkali merujuk pada suatu masyarakat yang kompleks.
Peradaban manusia bisa dilihat melalui praktik pertanian, hasil karya,
permukiman, dan berbagai pandangan manusia mengenai ilmu pengetahuan, politik,
dan kehidupan.
Peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization yang
berasal dari kata civil (warga kota) dan sivitas (kota; kedudukan
warga kota). Biasanya, peradaban juga disamakan dengan budaya dan kebudayaan
dalam beberapa literatur. Menurut Huntington, peradaban mewujudkan
puncak-puncak dari kebudayaan. Manusia sebenarnya sudah mencapai puncak
kebudayaan walaupun masih dalam taraf primitif. Akan tetapi, tidak semua
kebudayaan bisa mencapai tahap puncaknya. Kadang, kebudayaan manusia terhenti
dengan apa yang disebut blind eyes atau jalan buntu. Frans Boas
mengartikan peradaban sebagai keseluruhan bentuk reaksi manusia terhadap
tantangan dalam menghadapi alam sekitar, individu ataupun kelompok. Peradaban
bisa meliputi segala aspek kehidupan manusia, seperti budaya materiil, relasi
sosial, seni, agama, dan ditambah dengan sistem moral, gagasan, dan bahasa.
Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban
Oswald membedakan antara kebudayaan dan peradaban.
Menurutnya, dua hal tersebut merupakan dua gaya hidup yang berlawanan. Oswal
berpendapat bahwa kebudayaan lebih dominan pada nilai-nilai spiritual yang
menekan manusia pada perkembangan individu di bidang mental dan moral.
Sementara itu, peradaban menurutnya, lebih mengarah kepada hal-hal bersifat
material yang menekankan pada kesejahteraan fisik dan material. Oswald
mencontohkan bahwa gaya hidup Yunani Kuno dan Romawi Kuno sebagai peradaban.
Bieren de Han berpendapat sama dengan Oswald. Ia juga membedakan antara
kebudayaan dan peradaban. Menurut Bieren, peradaban adalah seluruh kehidupan
sosial, politik, ekonomi, dan teknik. Kebudayaan, bagi Bieren, lebih menekankan
kepada segala sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni,
berada di atas tujuan praktis hubungan masyarakat.
Perjalanan Peradaban
Dalam perjalanan peradaban manusia, ada suatu fenomena
yang harus dihadapi, yaitu terjadinya benturan peradaban. Hutington menyebutnya
dengan istilah clash civilization. Pada zaman modern, Hutington meyakini
bahwa peradaban-peradaban yang muncul akan menimbulkan proses
benturan-benturan. Benturan itu terjadi bisa antara peradaban Barat dan Timur.
Bisa juga karena perbedaan ideologi. Satu hal yang tidak boleh terjadi adalah
berhenti mempelajari peradaban manusia. Peradaban manusia harus terus dikaji
atau dipelajari. Sejarah peradaban manusia dari tiap masa tidak boleh hilang. Karena
dari belajar peradaban di masa lalu itulah, kita bisa becermin untuk
mengembangkan peradaban manusia masa mendatang.
Manusia Sebagai Makhluk
Individu dan Makhluk Sosial
Manusia dapat berlaku sebagai makluk individu dan makluk
sosial. Sebagai individu dengan kepribadian khasnya berada di tengah-tengah
individu lain yang sekaligus mematangkannya sebagai pribadi. Individu sendiri
berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa
Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak,
sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak
terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari
kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan
suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling
kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani
dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan
sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya.
Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut
sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada
unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas
tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia,
ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah
perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang
dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu
sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat
yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat
yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan
(fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari
seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial,
merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial.
Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan
kelompok sosial yang lebih besar.
Menurut kodratnya manusia juga merupakan makhluk sosial
atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran
yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia
sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya.
Manusia tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai
makhluk sosial, karrena beberapa alasan, yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari
orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan
orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di
tengah-tengah manusia.
Dalam interaksi sosial, manusia mengemban nilai-nilai dan
norma- norma yang berlaku sebagai penuntun atau pedoman dalam kehidupannya di
tengah-tengah masyarakat. Nilai-nilai adalah sesuatu yang ideal atau das sollen yaitu sesuatu yang
seharusnya, bukan das sein atau
sesuatu yang senyatanya terjadi. Namun dalam kenyataannya, ada orang atau
sekelompok orang yang dengan sengaja dan sadar melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Kenyataan-kenyataan seperti
inilah yang akan menimbulkan kesenjangan dan pada akhirnya akan menimbulkan
masalah-masalah dalam masyarakat. Apabila masalah-masalah itu menjadi
berlarut-larut, maka gejala atau kenyataan itu akan menjadi masalah sosial.
Salah satu masalah sosial yang seringkali terjadi karena dipicu oleh adanya
benturan antara kepentingan umum dan kepentingan individu ataupun kelompok.
Keragaman dan kesederajatan
manusia
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus
keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu
realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan
di waktu-waktu mendatang (Azyumardi Azra, 2003).
Sebagai fakta,
keragaman sering disikapi secara berbeda.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam
praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum,
yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan
mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata.
Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat
sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya
berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan
kekuasaan.
Di Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa,
antarpenganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban
jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan
Kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan
kehidupan yang egalitarian dan demokratis.
Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya
dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada
pengamatan bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem
hirarki sosial suatu kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil
dominasi dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah
kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Di antara kelompok-kelompok yang
ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam
pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat
mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.
Negara-bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai
kelompok etnis, budaya, agama, dapat disebut sebagai masyarakat
multikultural. Berbagai keragaman
masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama mengakui pluralitas dan kesetaraan
warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman dan menghormati kesetaraan adalah
pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat Indonesia pada pencapaian
kemajuan peradabannya.
DAFTAF PUSTAKA
ILMU-KEMAHASISWAAN.BLOGSPOT.COM/WARGANEGARA-KEBANGSAAN-INDONESIA
BAMBANG-SUJOKO.BLOGSPOT/KEANEKARAGAMAN-